Postingan Populer

Kamis, 17 Agustus 2023

Kuntowijoyo dan Maklumat Sastra Profetik

Kuntowijoyo. tirto.id/Deadnauval

    Kuntowijoyo yang dilahirkan pada 18 September 1943 di Bantul, Yogyakarta, merupakan budayawan, sejarawan, dan sastrawan yang unik. Keunikannya karena mampu menulis dalam berbagai bentuk tulisan. Sebagai seorang sastrawan, kemampuan menulis Kuntowijoyo dapat dibuktikan dengan tulisannya dalam berbagai genre sastra. Sebagai penyair ia telah menghasilkan tiga kumpulan puisi, yaitu Suluk Awang Uwung (1975), Isyarat (1976), dan Makrifat Daun Daun Makrifat (1995). Cerpen-cerpen yang ditulisnya begitu banyak, di antaranya Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), Mengusir Matahari (2000), dan beberapa cerpennya terpilih sebagai cerpen terbaik pilihan Kompas. Sebagai novelis ia telah menulis Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (1966), Khotbah di Atas Bukit (1976), Pasar (1994), dan Impian Amerika (1998). Dari banyak karyanya itu Kuntowijoyo juga telah memperoleh berbagai penghargaan sastra.

Tulisan-tulisan fiksi sastrawan yang wafat pada 22 Februari 2005 ini biasanya mengetengahkan tema-tema yang sederhana. Kuntowijoyo menulis dengan intuisi, tidak dengan formula apa pun, tanpa resep-resep tertentu sebagaimana diakuinya dalam pengantar kumpulan cerpen Hampir Sebuah Subversi (1999). Diksi-diksi puitik dan cerita rekaan begitu saja keluar secara langsung, alamiah, dan sederhana. Dalam menulis prosa, cerita-cerita Kuntowijoyo selalu dimulai dengan gagasan yang sangat sederhana. Gagasan itu muncul tiba-tiba dan menggoda untuk segera dituliskan. Artinya, gagasan-gagasan sederhana tersebut diramu sedemikian rupa sehingga menjadi sajian teks yang berbobot dan memiliki nilai yang tinggi.

Gagasan-gagasan dalam karya sastra Kuntowijoyo memiliki nafas religiositas yang kental yang tetap tidak mengabaikan kenyataan horisontal. Kumpulan puisi Makrifat Daun Daun Makrifat, misalnya, dapat dipakai untuk melacak adanya tema sastra profetik yang dianjurkan oleh Kuntowijoyo. Dalam pengantar untuk Makrifat Daun, Daun Makrifat sendiri Kuntowijoyo juga secara tegas menulis.“Sajak-sajak ini adalah serbuan dari langit. Akan tetapi, ia tidak menjadikan sastra terpencil. Lihatlah ia juga berbicara tentang pemogokan, kalau yang dimaksud dengan kenyataan ialah penderitaan. Sajak-sajak ini adalah sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme....”

Kuntowijoyo mendasarkan perumusan sastra profetik (dan profetisitas secara umum) kepada Al Quran surat Ali Imran (3:110). Bagi Kuntowijoyo, ada empat hal tersirat dari ayat ketiga surat Ali Imran ini, yaitu (1) konsep tentang umat terbaik, (2) aktivisme sejarah, (3) pentingnya kesadaran, dan (4) etika profetik. Konsep-konsep tersebut dimaknai oleh Kontowijoyo sebagai dasar maklumat sastra profetik, yakni kesadaran menjadi umat terbaik (the chosen people); keterlibatan dalam sejarah (ukhriyat li an nas); kesadaran Ilahiyah yang dapat membedakan etik Islam dari etik materialistis. Hal ini diperjelas oleh Abdul Hadi W.M. yang menilai sastra profetik sebagai sastra yang berjiwa transendental dan sufistik karena berangkat dari nilai-nilai ketauhidan, tetapi setelah itu juga dia memiliki semangat untuk terlibat dalam mengubah sejarah kemanusiaan dengan semangat kenabian.



disarikan oleh 

Heri Isnaini

 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ihwal Tasawuf

  (Sumber gambar: https://langgar.co/) I stilah tasawuf berkembang pada abad III Hijriyah atau sekitar abad IV Masehi, yang sebelumnya diawa...