Manusia
diciptakan Tuhan dengan dibekali kemampuan akal yang sempurna. Dengan kemampuan
ini, manusia dapat mengembangkan kebudayaannya pada taraf yang sangat tinggi.
Ada 3 kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia, yakni: kognitif, afektif, dan
konatif. Ketiganya, menjadi modal manusia dalam mengembangkan dirinya ke arah
yang lebih baik. Kemampuan kognitif adalah kemampuan manusia yang berlandaskan
rasio/akal. Kemampuan ini lebih ke arah mendalami, mengerti, menghayati, dan
mengingat apa yang diketahui.
Kemampuan
afektif adalah kemampuan yang berlandaskan rasa. Kemampuan
afektif bersifat tidak netral, rasa
menghubungkan manusia dengan sumber kegaiban. Melalui rasa, manusia dapat
merasakan apa yang diketahuinya sehingga dengan rasa pula manusia lebih menjadi
manusiawi. Sedangkan kemampuan konatif adalah kemampuan untuk mencapai apa yang
dirasakan, konatif merupakan daya untuk mencapai atau menjauhi apa yang didikte
oleh rasa. Dengan kata lain, Kognitif adalah kemampuan untuk mengetahui dengan
rasio/akal yang dapat dirasakan dengan afektif
kemudian konatif adalah kemampuan atau daya untuk mencapai/menjauhi
apapun yang didikte rasa.
Ketiga
kemampuan tersebut berkelindan menjadi kekuatan yang dapat menjadikan manusia
lebih beradab. Manusia mempunyai kesadaran untuk dasar berfungsinya ketiga
kemampuan yang dimiliki (kognitif, afektif, dan konatif) yang disebut kesadaran
consciousness yang menjadi bukti
keperiadaan manusia itu sendiri (eksistensi).
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Artinya, ada keterkaitan pengetahuan dengan kegiatan berpikir dan
bukan dengan perasaan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran
tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan
dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses
berpikir dianggap valid (sahih) bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut
cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Dalam
penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua
jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara
ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif
adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum
menjadi sebuah kesimpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau
khusus. Atau dengan kata lain bisa
didefinisikan, logika deduktif adalah penalaran yang dimulai secara umum
(a-priori) dan berakhir secara khusus (pengetahuan analitik). Sebaliknya,
logika induktif adalah penalaran yang dimulai secara khusus (a-posteriori) dan berakhir secara umum (pengetahuan
sintetik).
Dengan demikian,
proses untuk mencapai kebenaran ilmiah baik melalui logika induktif maupun dengan logika deduktif dilakukan
melalui kemampuan kognitif (kemampuan rasio/akal/IQ), kemampuan afektif
(rasa/kreatifitas/ESQ), dan kemampuan konatif (karsa/will). Manusia mempunyai kesadaran untuk dasar berfungsinya ketiga
kemampuan yang dimiliki tersebut (kognitif, afektif, dan konatif) yang disebut
kesadaran consciousness. Kesadaran consciousness tersebut adalah modal
dasar manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan cara penalaran, baik secara
deduktif ataupun induktif. Sebab, kesadaran consciousness
menjadi bukti keperiadaan manusia (eksistensi). Keperiadaan manusia itu juga
ditandai dengan perolehan ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan cara befikir
melalui penalaran. Dengan kata lain, ada hubungan yang sangat mendasar antara
kemampuan manusia dengan penalaran.
Artikel pernah terbit di e-koran Telik, 4 Desember 2020
Heri Isnaini