Postingan Populer

Senin, 30 Januari 2023

Citra Perempuan dalam Poster Film Horor Indonesia: Kajian Sastra Feminis

 

sumber gambar: https://www.hipwee.com/


Poster film digunakan sebagai bagian iklan dan promosi sebuah film. Studio akan mencetak dan memasang poster-poster film agar manarik calon penonton. Adakalanya poster film dibuat bervariasi dengan bentuk visual dan teks yang menarik. Selain itu, foto-foto aktor film juga ditampilkan dalam poster dengan pose yang menarik. Pada genre film horor, poster film yang disajikan seharusnya hanya mengandung simbol-simbol  kemistisan,  kengerian, ketakutan, dan kegayatan. Akan tetapi, pada poster-poster film horor Indonesia, simbol-simbol tersebut ditambah juga dengan tubuh perempuan sensual yang disajikan sebagai objek yang abjek. Tubuh perempuan sensual pada poster film horor Indonesia menunjukkan citra perempuan yang terabjeksi secara visual. Dengan begitu, konteks penelitian ini menyajikan tanda-tanda visual dalam poster film horor dengan kerangka semiotika. Poster-poster film horor Indonesia  yang dijadikan data penelitian ini adalah poster film horor Indonesia yang dirilis pada tahun 2010 sampai 2015. Data ini diambil dengan dua pertimbangan. Pertama, konsep poster film horor pada tahun-tahun tersebut sangat berkaitan erat dengan bentuk sensualitas perempuan. Kedua, citra perempuan pada poster film horor menunjukkan bentuk-bentuk opresi terhadap perempuan terkait dengan wacana feminisme. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kajian sastra feminis yang berusaha menempatkan perempuan pada posisi seharusnya dalam kerangka masyarakat yang patriarki  melalui sistem tanda dan simbol.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra perempuan pada poster film horor Indonesia dapat diklasifikasi menjadi (1) citra perempuan yang sensual; dan (2) objek fetis yang metonimi. Keduanya berkelindan pada sistem ekonomi kapitalisme dengan berlindung pada poster film horor yang pada akhirnya hanya sebagai ajang untuk memosisikan perempuan sebagai objek tanda yang abjek dalam konstelasi sistem patriarki. 



Sila baca artikel lengkapnya pada tautan di bawah!
https://drive.google.com/file/d/16Qh8ZfskmbEGPylm7LVc-6KXGx_kfmOV/view?usp=sharing

Mengenal Sastra Bandingan

sumber gambar: liputan6.com

Sastra bandingan telah dikenal luas di dunia akademik kita. Kecenderungan untuk menggunakan metode ini merupakan akibat dari situasi kebahasaan dan kebudayaan yang beraneka ragam. Sastra bandingan pertama kali dilahirkan dan dikembangkan di Eropa, benua yang terbagi menjadi sejumlah bahasa dan kebudayaan. Perkembangan ini didasarkan pada mitologi Yunani dan Kitab Suci.

Pada abad ke-19 dan ke-20 sastra bandingan telah memiliki prosedur dan kondisi tersendiri secara lebih mapan. Kegiatan ini pertama kali dicetuskan oleh Sainte-Beuve, dalam sebuah artikel yang dimuat di Revue des Deux Mondes terbitan tahun 1868. Dengan demikian, baru sejak abad ke-19 para peminat sastra di Eropa tertarik untuk membicarakan sastra bandingan.

            Di abad ke-20, pengukuhan studi sastra bandingan terjadi ketika jurnal Revue de Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921. Jurnal itu memuat karangan-karangan mengenai sejarah intelektual, terutama sekali dalam melacak pengaruh dan hubungan yang melewati batas-batas kebahasaan. Dalam pengalaman perkembangan kebudayaan Eropa, tercatat bahwa pengaruh merupakan masalah yang pelik, dan oleh sebab itu menarik.

Sastra bandingan merupakan pendekatan dalam ilmu sastra yang dilandaskan pada asas membanding-bandingkan dan sastra bandingan tidak menghasilkan teori yang baru. Asas membanding-bandingkan pada sastra bandingan mempunyai kencenderungan : 1) sastra harus dibandingkan dengan sastra; dan 2) sastra bisa dibandingkan dengan bidang seni atau bahkan dengan ilmu lain. Menurut Remak (1990) pertama, bahwa sastra harus dibandingkan dengan sastra dari negara lain, sehingga kalau sastra itu dibandingkan dengan sastra dari satu negara yang sama maka itu bukan sastra bandingan, walaupun pandangan yang pertama ini sangat mengandung kontroversi. Kedua, pandangan Remak yang membolehkan membandingkan sastra dengan yang dianggap bukan sastra, Hal itu pun tentu tidak bisa diterima oleh semua peneliti sastra bandingan, seperti Nada, misalnya. Menurut Nada, Hal penting bagi pengamat sastra itu adalah bahwa perbedaan bahasa merupakan salah satu syarat utama bagi sastra bandingan.

Pada dasarnya terdapat lima pendekatan yang bisa dipergunakan dalam penelitian sastra bandingan, yakni: tema/mitos; genre/bentuk; gerakan/zaman; hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni dan disiplin ilmu lain; dan pelibatan sastra sebagai bahan bagi perkembangan teori yang terus-menerus bergulir. Dalam kegiatan akademik, syarat utama bagi peneliti sastra bandingan adalah penguasaan bahasa, sebab karya sastra yang diteliti harus dibaca dalam bahasa aslinya.

Dalam studi yang lain tentang pengaruh, setidaknya  ada dua metode yang bisa dipergunakan, yakni peneliti menekankan masalahnya dari segi pandang sastrawan yang dipengaruhi atau dari sudut pandang sastrawan yang mempengaruhi. Pengaruh bisa terjadi secara langsung ataupun tidak. Untuk melengkapi studi pengaruh ini kemudian dikembangkan studi analogi yang mempertimbangkan kemiripan yang ada pada berbagai unsur atau dua atau lebih sastra. Jika pengaruh umumnya hanya membatasi karya-karya tertentu, maka analogi bisa menjelaskan hal yang lebih luas dan hakiki, yakni sikap estetik dan filosofis secara umum.

(Bahan bacaan Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum.)


disarikan oleh

Heri Isnaini


 

Ihwal Tasawuf

  (Sumber gambar: https://langgar.co/) I stilah tasawuf berkembang pada abad III Hijriyah atau sekitar abad IV Masehi, yang sebelumnya diawa...