Postingan Populer

Minggu, 05 Februari 2023

Manusia dan Kebudayaan

sumber gambar: http://rahayuputami22.blogspot.com/

(oleh: Yulia Herliani, Guru SMK Profita Bandung)

Setelah runtuhnya evolusi manusia yang dikemukakan oleh Darwin pada beberapa tahun belakangan ini. Orang-orang mulai menyadari bahwa manusia bukan merupakan makhluk biologis hasil evolusi alamiah. Keberadaan manusia tidak terlepas dari kesadarannya untuk mempertahankan hidup dengan budaya. Kebudayaanlah yang dapat membedakan manusia dengan makhluk biologis lainnya. Sehingga dia menjadi makhluk yang dapat bertahan dan mengembangkan diri sampai akhirnya menjadi makhluk yang menguasai dunia. Jadi, dengan kesadaran dan keyakinannya bahwa manusia adalah makhluk budaya yang terus berkembang dari hasil proses panjang sejarah, maka sudah barang tentu apa yang dilakukan adalah warisan dari budaya yang telah ada.

            Manusia menjadi “pengembang” kebudayaan dan menjadi pewaris yang wajib melestarikan dan membuat kebudayaan tersebut lebih maju ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, manusia dilahirkan sebagai makhluk budaya adalah hasil perkembangan historis yang penuh dengan perjuangan yang panjang, bukan semata-mata hasil dari evolusi yang alamiah.

            Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan manusia. Melalui bahasa manusia berkembang dan melestarikan keberadaannya di muka bumi, dengan bahasa pula manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Begitu banyaknya bahasa yang beragam di dunia ini tetapi semua bahasa adalah produk dari budaya yang dihasilkan manusia. Contohnya, manusia senantiasa dapat berinteraksi dengan sesamanya melalui bahasa, (menyapa, mengobrol, bertanya, mengungkapkan kegembiraan, mengunkapkan kesedihan, dsb). Semuanya dapat diugkapkan melalui bahasa. Selain merupakan produk budaya, bahasa juga dapat menjadi pola-pola budaya itu sendiri. Di masyarakat Jawa dan Sunda, penggunaan bahasa ada beberapa tingkatan, tingkatan-tingkatan dalam berbahasa inilah yang di antaranya membentuk pola-pola budaya.

            Praktik komunikasi antarwarga masyarakat budaya sudah jelas akan menghasilkan pola-pola budaya tertentu. Misalnya, ketika orang berkomunikasi dengan orang yang lebih tua/dihormati maka komunikasi yang dilakukan akan sedikit formal, santun, tidak ceplas-ceplos, dan sebagainya. Berbeda halnya dengan praktik komunikasi yang dilakukan seseorang dengan teman dekatnya, mungkin pola budaya yang akan muncul adalah: situasi keakraban, penuh candaan, dan sebagainya.

            Hal yang berkaitan pula dengan pola-pola budaya adalah tindakan sosial. Ketika seorang dari suatu budaya masyarakat melakukan sebuah tindakan sosial berarti dia telah menunjukkan pola budayanya. Misalnya, ketika ada seseorang yang sedang berjalan lalu berpapasan dengan orang yang lebih tua, maka tindakan “mengangguk” atau “tersenyum” atau “menyapa” adalah sebuah tindakan yang berarti dia telah membuat pola budayanya sendiri. Begitupun dengan contoh yang lain, misalnya berjabat tangan dengan seseorang ketika bertemu adalah tindakan sosial pada masyarakat budaya tetentu yang mencerminkan pola budaya tertentu pula.

            Pembentukan pola pikir juga berkaitan dengan pola-pola budaya. Misalnya, pola pikir masyarakat Sunda yang cenderung mengalah, kurang semangat, tidak merantau, dan sedikit pundungan (sensitif) adalah kecenderungan pola pikir yang ditanamkan pada masyarakat sejak lama sehingga pola pikir tersebut menjadi pola budaya, sehingga kita tidak akan heran ketika ada yang mengatakan orang Sunda, pasti yang muncul adalah pola pikir: mengalah, tidak mungkin merantau, kurang semangat, dan pundungan. Begitupun dengan pola pikir-pola pikir pada masyarakat budaya yang lain, misalnya pada masyarakat Padang, Batak, Jawa,dan sebagainya pola pikir pada masyarakat tersebut juga akan berkaitan dan bahkan membentuk pola budayanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerpen: Makam Keramat Mbah Uyut

Baca cerpen lengkapnya di tautan berikut https://tebuireng.online/makam-keramat-mbah-uyut/