![]() |
sumber gambar: liputan6.com |
Sastra
bandingan telah dikenal luas di dunia akademik kita. Kecenderungan untuk
menggunakan metode ini merupakan akibat dari situasi kebahasaan dan kebudayaan
yang beraneka ragam. Sastra bandingan pertama kali dilahirkan dan dikembangkan
di Eropa, benua yang terbagi menjadi sejumlah bahasa dan kebudayaan. Perkembangan
ini didasarkan pada mitologi Yunani dan Kitab Suci.
Pada abad ke-19 dan ke-20 sastra bandingan telah memiliki
prosedur dan kondisi tersendiri secara lebih mapan. Kegiatan ini pertama kali
dicetuskan oleh Sainte-Beuve, dalam sebuah artikel yang dimuat di Revue des Deux Mondes terbitan tahun
1868. Dengan demikian, baru sejak abad ke-19 para peminat sastra di Eropa
tertarik untuk membicarakan sastra bandingan.
Di abad ke-20, pengukuhan studi
sastra bandingan terjadi ketika jurnal Revue
de Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921. Jurnal
itu memuat karangan-karangan mengenai sejarah intelektual, terutama sekali
dalam melacak pengaruh dan hubungan yang melewati batas-batas kebahasaan. Dalam
pengalaman perkembangan kebudayaan Eropa, tercatat bahwa pengaruh merupakan
masalah yang pelik, dan oleh sebab itu menarik.
Sastra bandingan merupakan pendekatan dalam ilmu sastra
yang dilandaskan pada asas membanding-bandingkan dan sastra bandingan tidak
menghasilkan teori yang baru. Asas membanding-bandingkan pada sastra bandingan
mempunyai kencenderungan : 1) sastra harus dibandingkan dengan sastra; dan 2)
sastra bisa dibandingkan dengan bidang seni atau bahkan dengan ilmu lain. Menurut
Remak (1990) pertama, bahwa sastra harus dibandingkan dengan sastra dari negara
lain, sehingga kalau sastra itu dibandingkan dengan sastra dari satu negara
yang sama maka itu bukan sastra bandingan, walaupun pandangan yang pertama ini
sangat mengandung kontroversi. Kedua, pandangan Remak yang membolehkan
membandingkan sastra dengan yang dianggap bukan sastra, Hal itu pun tentu tidak
bisa diterima oleh semua peneliti sastra bandingan, seperti Nada, misalnya.
Menurut Nada, Hal penting bagi pengamat sastra itu adalah bahwa perbedaan
bahasa merupakan salah satu syarat utama bagi sastra bandingan.
Pada dasarnya terdapat lima pendekatan yang bisa
dipergunakan dalam penelitian sastra bandingan, yakni: tema/mitos; genre/bentuk; gerakan/zaman; hubungan-hubungan
antara sastra dan bidang seni dan disiplin ilmu lain; dan pelibatan sastra
sebagai bahan bagi perkembangan teori yang terus-menerus bergulir. Dalam
kegiatan akademik, syarat utama bagi peneliti sastra bandingan adalah
penguasaan bahasa, sebab karya sastra yang diteliti harus dibaca dalam bahasa
aslinya.
Dalam
studi yang lain tentang pengaruh, setidaknya ada dua metode yang bisa dipergunakan, yakni
peneliti menekankan masalahnya dari segi pandang sastrawan yang dipengaruhi
atau dari sudut pandang sastrawan yang mempengaruhi. Pengaruh bisa terjadi
secara langsung ataupun tidak. Untuk melengkapi studi pengaruh ini kemudian
dikembangkan studi analogi yang mempertimbangkan kemiripan yang ada pada
berbagai unsur atau dua atau lebih sastra. Jika pengaruh umumnya hanya
membatasi karya-karya tertentu, maka analogi bisa menjelaskan hal yang lebih
luas dan hakiki, yakni sikap estetik dan filosofis secara umum.
(Bahan bacaan Damono,
Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan.
Jakarta: Editum.)
disarikan oleh
Heri Isnaini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar