oleh
Yulia Herliani (Guru SMK Profita Bandung)
Kemampuan berbahasa secara baik adalah salah satu
indikator keberhasilan sebuah pembangunan karakter bangsa yang besar. Bangsa
yang besar adalah bangsa yang mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk
mengembangkan bahasa dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa
tidak hanya disimpan dalam buku-buku tebal yang berlabel “Tata Bahasa Baku”
atau “Ejaan”, melainkan terpatri dalam budaya berbahasa yang tercermin pada
penggunaannya pada kehidupan sehari-hari. Baik secara formal atau nonformal.
Aplikasi budaya berbahasa yang santun
tidak akan lepas dari budaya mendidik
dari titik awal pembelajaran anak, yaitu dari usia dini. Anak harus sudah
terbiasa menggunakan bahasa yang santun, terbiasa menggunakan bahasa yang
efektif dan terbiasa menempatkan bahasa sesuai dengan proporsinya dengan tepat.
Anak-anak harus bisa membedakan bagaimana berbahasa yang santun dengan
orang-orang dalam kondisi dan situasi tertentu.
Hal ini bertolak belakang dengan
keadaan anak-anak kita sekarang ini. Anak-anak kita sudah jauh melenceng dalam
menggunakan bahasa secara benar. Kesantunan dalam berbahasa pun seakan lenyap.
Sudah tidak ada lagi pembeda penggunaan bahasa pada situasi yang formal dan
nonformal. Semuanya bercampur aduk menjadi bahasa yang tidak berkarakter.
Keadaan ini diperparah karena ketidaksantunan berbahasa justru terjadi di
lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah, bahkan sampai ke kampus-kampus.
Sungguh ironis! Kita tidak akan sulit menemukan anak-anak didik kita
mengucapkan kata-kata yang sangat tidak sopan (misalnya, menggunakan kata-kata
binatang, kata-kata jorok, dan sebagainya). Semuanya diangap enteng dan dianggap “benar” karena
memang tidak ada pranata yang mengaturnya. Kita hanya bisa menggelengkan kepala
atau paling banter mengelus dada
tanda bahwa kita ikut prihatin terhadap keadaan seperti ini.
Mau dibawa kemana “bahasa santun”
kita? Pertanyaan ini harus selalu didendangkan di hati dan sanubari setiap
orang –tidak hanya bagi guru bahasa- karena kesantunan berbahasa generasi muda kita adalah modal awal yang sangat
penting untuk kelangsungan bangsa kita di masa yang akan datang. Sangat miris
memang, ketika kita melihat di negara kita terjadi kerusuhan, pengrusakan dan
lain sebagainya hanya dikarenakan “bahasa” yang salah ditafsirkan. Sebetulnya,
kesantunan berbahasa pada budaya bahasa kita sudah diakomodasi oleh kaidah dan
tata bahasa. Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal ada istilah ameliorasi dan peyorasi. Ameliorasi
adalah penggunaan bahasa dengan nilai rasa halus, sedangkan peyorasi adalah penggunaan bahasa dengan
nilai rasa kasar. Jadi, kalau kita mengikuti aturan yang berlaku sesungguhnya
budaya santun berbahasa dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Permasalahannya sekarang adalah apakah penggunaan ameliorasi dan peyorasi itu sudah tepat sasaran? Ataukah lagi-lagi hanya sebuah
catatan panjang yang tertulis pada buku-buku tebal yang terpampang usang di
perpustakaan? Semua pertanyaan-pertanyaan itu adalah PR kita bersama dalam
mendidik anak-anak kita agar tetap santun berbahasa. Saya sepenuhnya sangat
meyakini bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung secara tinggi
bahasa nasionalnya. Semoga!
saya sepakat saat ini generasi saya sangat urgent dengan penggunaan bahasa santun dan budaya sopan, saya pernah berdiskusi dengan teman saya mengenai urgensi ini, namun dia bilang bahwa setiap generasi itu mempunyai tanggung jawabnya dan generasi saat ini mengutamakan kesetaraan yang mana cara santun mereka sudah berbeda dengan generasi lama, ada beberapa yang menurut kaum tua itu terlihat tidak sopan namun menurut generasi sekarang itu sopan contoh ketika bersalaman tidak cium tangan itu tidak menjadi masalah selama kita masih menghargai dan tidak songong artinya ada tafsiran berbeda disetiap generasi dan menurut saya yang membuat generasi saat ini menjadi seperti ini (urgensi sopan santun) kan pelakunya adalah generasi sebelumnya dengan membuat berbagai macam tindakan dan kita sebagai anak dalam peran itu mengikuti apa yang ada contoh dampak dari penggunaan media sosial. selanjutnya kita bisa berdiskusi :)
BalasHapus