Postingan Populer

Kamis, 22 September 2022

Bahasa Santun Cermin Budaya Bangsa

oleh

Yulia Herliani (Guru SMK Profita Bandung)

    

        Kemampuan berbahasa secara baik adalah salah satu indikator keberhasilan sebuah pembangunan karakter bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk mengembangkan bahasa dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa tidak hanya disimpan dalam buku-buku tebal yang berlabel “Tata Bahasa Baku” atau “Ejaan”, melainkan terpatri dalam budaya berbahasa yang tercermin pada penggunaannya pada kehidupan sehari-hari. Baik secara formal atau nonformal.

Aplikasi budaya berbahasa yang santun tidak  akan lepas dari budaya mendidik dari titik awal pembelajaran anak, yaitu dari usia dini. Anak harus sudah terbiasa menggunakan bahasa yang santun, terbiasa menggunakan bahasa yang efektif dan terbiasa menempatkan bahasa sesuai dengan proporsinya dengan tepat. Anak-anak harus bisa membedakan bagaimana berbahasa yang santun dengan orang-orang dalam kondisi dan situasi tertentu.

Hal ini bertolak belakang dengan keadaan anak-anak kita sekarang ini. Anak-anak kita sudah jauh melenceng dalam menggunakan bahasa secara benar. Kesantunan dalam berbahasa pun seakan lenyap. Sudah tidak ada lagi pembeda penggunaan bahasa pada situasi yang formal dan nonformal. Semuanya bercampur aduk menjadi bahasa yang tidak berkarakter. Keadaan ini diperparah karena ketidaksantunan berbahasa justru terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah, bahkan sampai ke kampus-kampus. Sungguh ironis! Kita tidak akan sulit menemukan anak-anak didik kita mengucapkan kata-kata yang sangat tidak sopan (misalnya, menggunakan kata-kata binatang, kata-kata jorok, dan sebagainya). Semuanya diangap enteng dan dianggap “benar” karena memang tidak ada pranata yang mengaturnya. Kita hanya bisa menggelengkan kepala atau paling banter mengelus dada tanda bahwa kita ikut prihatin terhadap keadaan seperti ini.

Mau dibawa kemana “bahasa santun” kita? Pertanyaan ini harus selalu didendangkan di hati dan sanubari setiap orang –tidak hanya bagi guru bahasa- karena kesantunan berbahasa generasi  muda kita adalah modal awal yang sangat penting untuk kelangsungan bangsa kita di masa yang akan datang. Sangat miris memang, ketika kita melihat di negara kita terjadi kerusuhan, pengrusakan dan lain sebagainya hanya dikarenakan “bahasa” yang salah ditafsirkan. Sebetulnya, kesantunan berbahasa pada budaya bahasa kita sudah diakomodasi oleh kaidah dan tata bahasa. Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal ada istilah ameliorasi dan peyorasi. Ameliorasi adalah penggunaan bahasa dengan nilai rasa halus, sedangkan peyorasi adalah penggunaan bahasa dengan nilai rasa kasar. Jadi, kalau kita mengikuti aturan yang berlaku sesungguhnya budaya santun berbahasa dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Permasalahannya sekarang adalah apakah penggunaan ameliorasi dan peyorasi itu sudah tepat sasaran? Ataukah lagi-lagi hanya sebuah catatan panjang yang tertulis pada buku-buku tebal yang terpampang usang di perpustakaan? Semua pertanyaan-pertanyaan itu adalah PR kita bersama dalam mendidik anak-anak kita agar tetap santun berbahasa. Saya sepenuhnya sangat meyakini bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung secara tinggi bahasa nasionalnya. Semoga!

 

1 komentar:

  1. saya sepakat saat ini generasi saya sangat urgent dengan penggunaan bahasa santun dan budaya sopan, saya pernah berdiskusi dengan teman saya mengenai urgensi ini, namun dia bilang bahwa setiap generasi itu mempunyai tanggung jawabnya dan generasi saat ini mengutamakan kesetaraan yang mana cara santun mereka sudah berbeda dengan generasi lama, ada beberapa yang menurut kaum tua itu terlihat tidak sopan namun menurut generasi sekarang itu sopan contoh ketika bersalaman tidak cium tangan itu tidak menjadi masalah selama kita masih menghargai dan tidak songong artinya ada tafsiran berbeda disetiap generasi dan menurut saya yang membuat generasi saat ini menjadi seperti ini (urgensi sopan santun) kan pelakunya adalah generasi sebelumnya dengan membuat berbagai macam tindakan dan kita sebagai anak dalam peran itu mengikuti apa yang ada contoh dampak dari penggunaan media sosial. selanjutnya kita bisa berdiskusi :)

    BalasHapus

Cerpen: Makam Keramat Mbah Uyut

Baca cerpen lengkapnya di tautan berikut https://tebuireng.online/makam-keramat-mbah-uyut/