Karya sastra tidak jatuh secara tiba-tiba dari
langit. Dia adalah hasil renungan, kontemplasi, dan imajinasi pengarang yang
dilahirkan dari tengah-tengah masyarakat dan budaya tertentu. Karya sastra juga
mewakili semangat zaman dan periode sejarah tertentu. Pada ruang, waktu,
tempat, dan budaya yang berbeda niscaya akan dihasilkan karya sastra yang
berbeda pula. Perbedaan-perbedaan itu menunjukkan bahwa setiap karya sastra memiliki
tendensi gagasan dan ideologi tertentu. Ideologi politik, agama, ekonomi,
sosial, dan budaya sering menjadi tema dan latar dalam karya sastra yang
notabene menjadi bagian dari representasi historis pada zaman, waktu, dan
tempat karya sastra itu dilahirkan.
Ideologi adalah ilmu tentang ide atau gagasan. Kata “gagasan” di dalam bahasa Indonesia terbentuk dari kata dasar “gagas” yang mempunyai arti “memikirkan sesuatu” (KBBI). Akhiran “-an” yang melekat pada kata dasar gagas berfungsi menominalisasi kata yang mempunyai arti hasil. Dengan demikian, gagasan dapat diartikan sebagai “hasil pemikiran” dan/atau “ide”. Ideologi dapat dipahami berkaitan dengan tanda. Tanda-tanda dalam ideologi dapat dipahami melalui tataran abstrak, distorsi realitas, dan pikiran yang diilusikan.
Ideologi adalah ilmu tentang ide atau gagasan. Kata “gagasan” di dalam bahasa Indonesia terbentuk dari kata dasar “gagas” yang mempunyai arti “memikirkan sesuatu” (KBBI). Akhiran “-an” yang melekat pada kata dasar gagas berfungsi menominalisasi kata yang mempunyai arti hasil. Dengan demikian, gagasan dapat diartikan sebagai “hasil pemikiran” dan/atau “ide”. Ideologi dapat dipahami berkaitan dengan tanda. Tanda-tanda dalam ideologi dapat dipahami melalui tataran abstrak, distorsi realitas, dan pikiran yang diilusikan.
Nilai-nilai
ideologi yang terkandung dalam karya sastra merupakan sebuah keniscayaan karena
karya sastra yang sering kita baca adalah karya yang tidak otonom. Di dalamnya
ada keterkaitan antara karya sastra tersebut dengan hal-hal lain di luarnya,
hal-hal yang bersifat ideologis. Keterkaitan tersebut yang menyebabkan karya
sastra menarik untuk diteliti dan tidak hanya sebatas untuk dibaca saja, tetapi
lebih jauh lagi, yakni kita dapat melihat keterkaitannya dengan hal-hal lain di
luarnya, misalnya keterkaitannya dengan ideologi tertentu.
Karya sastra sengaja diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalimat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa dalam karya sastra (baik itu puisi, novel, maupun drama) ada “sesuatu” yang dapat dipelajari dan dimanfaatkan oleh masyarakat, “sesuatu” tersebut dapat adalah “ideologi”. Ideologi-ideologi yang tertuang di dalam karya sastra tersebut seringkali implisit dan “dikemas” dalam suatu seni sastra, sehingga karya tersebut harus dipelajari dalam kaitannya yang ganda, yaitu antara ideologi yang terkandung dalam karya sastra tersebut sekaligus keunikannya sebagai seni sastra.
Ideologi
yang masuk pada wilayah yang membahas tataran ide, keyakinan, kepercayaan, imajinasi
tentang diri dan kelompok, dalam karya dapat direpresentasi melalui tataran tanda dan imaji.
Dengan demikian, pembahasan mengenai ideologi dapat dilihat berdasarkan tanda
yang merepresentasi gagasan-gagasan abstrak di dalamnya. Keabstrakan ideologi dalam karya sastra akan lebih
mudah dipahami dengan melihat konvensi genre sastra itu sendiri. Puisi, prosa,
dan drama sebagai bagian dari genre sastra yang di dalamnya menyimpan tendensi
ideologi tertentu. Untuk itu, keterkaitan keduanya perlu mendapatkan perhatian
khusus. Hal ini disebabkan ideologi dalam karya sastra dapat mewakili pemahaman
kita terhadap pola pikir masyarakat pada zaman, waktu, dan tempat dilahirkannya
karya sastra itu.
Karya sastra sengaja diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalimat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa dalam karya sastra (baik itu puisi, novel, maupun drama) ada “sesuatu” yang dapat dipelajari dan dimanfaatkan oleh masyarakat, “sesuatu” tersebut dapat adalah “ideologi”. Ideologi-ideologi yang tertuang di dalam karya sastra tersebut seringkali implisit dan “dikemas” dalam suatu seni sastra, sehingga karya tersebut harus dipelajari dalam kaitannya yang ganda, yaitu antara ideologi yang terkandung dalam karya sastra tersebut sekaligus keunikannya sebagai seni sastra.
Mantap, terima kasih karena telah berbagi ilmu pak, ini sangat membantu sebagai teori dalam pembuatan artikel nanti😊
BalasHapusTerima kasih atas ilmunya pak 🙏😊
BalasHapusIlmu ini akan sangat bermanfaat untuk saya. Terima kasih telah berbagi ilmu dan menjadi sosok inspiratif bagi kita semua selaku mahasiswa Bapak🙏🏻
BalasHapusmasyaallah alhamdulillah,terimakasih telah membagi ilmu nya kepada kami pak,sangat bermanfaat sekali😊🙏
BalasHapusTerimakasih atas ilmu nya bapaaaa
BalasHapusTerima kasih atas ilmunya Pak 🙏
BalasHapusTopik yang dibawakan sangat menarik. Terima kasih ilmunya, pak
BalasHapuscukup menarik, dan banyak sekali ilmu yang bisa di petik setelah membaca artikel ini.
BalasHapus