“Kau masih merokok, Sat? Jangan kau sakiti dirimu sendiri. Kesehatan itu penting, bukankah kau sudah berjanji akan berhenti merokok? Jangan-jangan kau pun masih tidur larut malam, ya? Kasihani badanmu, sayangi hidupmu, sudahlah, hidup normal saja”. Serentetan pertanyaan tidak juga membuat Satria menjawab. Dia bingung. Lidahnya kelu. Dia sangat mencintai kekasihnya. Dia akan berbuat apa saja untuk perempuan yang menyukai hujan itu. Dia sangat mencintainya. Cintanya tanpa syarat apapun. Tulus.
Tetapi, melarangnya merokok sangat keterlaluan juga, pasalnya dia dan rokok sudah menjadi sepasang kekasih jauh sebelum dia mengenal Ayu, perempuan yang dilahirkan hujan. Seperti biasa, percakapan mereka didominasi dengan diam. Hanya diamlah bahasa cinta mereka. Sepertinya, cinta tidak harus diungkapkan dengan kata-kata. Cukuplah perasaan dan hati yang bercakap-cakap dengan penuh rasa mengerti. Dan hujan, itu adalah tanda cinta mereka. Ayu, perempuan yang dilahirkan hujan dan Satria adalah isyarat tentang hujan itu.
Lengkapnya bisa baca dalam tautan berikut:
https://drive.google.com/file/d/1gvAvYLuOakZ03C5LEJFm3-To0IiVpDLp/view